Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11 Tahun 2025, yang menetapkan rumus penghitungan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) nilai lain dan besaran tertentu untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Regulasi ini mulai berlaku pada 4 Februari 2025 dan bertujuan untuk menjaga agar penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen tidak berdampak pada barang dan jasa yang tidak termasuk kategori mewah.
PMK Nomor 11 Tahun 2025 menyederhanakan aturan mengenai DPP nilai lain dan besaran tertentu PPN dengan mengumpulkannya dalam satu dasar hukum, sehingga masyarakat lebih mudah memahami skema penghitungan PPN terutang. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa regulasi ini mengatur skema penghitungan PPN dengan DPP nilai lain dan besaran tertentu PPN menggunakan rumus: tarif 12 persen x 11/12 x DPP.
Selain itu, Sri Mulyani menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang selama ini sudah dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), seperti pesawat jet pribadi, kapal pesiar, yacht, dan rumah sangat mewah. Barang dan jasa lainnya yang selama ini dikenakan PPN 11 persen tidak mengalami kenaikan tarif dan tetap dikenakan PPN sebesar 11 persen.
Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat dan perekonomian nasional untuk menjaga daya beli serta menciptakan keadilan dalam pengenaan pajak. Sri Mulyani menekankan bahwa barang-barang kebutuhan pokok dan jasa esensial, seperti beras, jagung, kedelai, sayuran, tiket angkutan umum, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, tetap mendapatkan fasilitas PPN 0 persen atau tidak dikenakan PPN.
Dengan demikian, PMK Nomor 11 Tahun 2025 diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi masyarakat dalam memahami serta memenuhi kewajiban perpajakan terkait PPN.