Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2025 yang mengatur penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan efektivitas dalam penegakan hukum perpajakan, serta memberikan opsi bagi wajib pajak untuk menyelesaikan perkaranya melalui pelunasan kerugian negara.​

Ruang Lingkup Penyidikan Pajak:

Penyidikan di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memiliki kewenangan untuk:​

  • Mengumpulkan bukti permulaan dari transaksi perpajakan yang mencurigakan.​
  • Melakukan pemanggilan dan pemeriksaan wajib pajak yang diduga melakukan tindak pidana pajak.​
  • Melakukan penyitaan terhadap aset yang berhubungan dengan kejahatan pajak.​
  • Menetapkan tersangka berdasarkan bukti yang cukup.​
  • Mengajukan penghentian penyidikan dalam rangka optimalisasi penerimaan negara.​

Jenis Tindak Pidana Perpajakan yang Dapat Disidik:

Beberapa tindakan yang tergolong sebagai tindak pidana perpajakan meliputi:

  1. Penyampaian SPT yang Tidak Benar atau Tidak Lengkap: Jika wajib pajak dengan sengaja tidak melaporkan seluruh penghasilannya sehingga menimbulkan kerugian pada negara.​
  2. Penggunaan Faktur Pajak Fiktif: Termasuk membuat faktur pajak tanpa adanya transaksi sebenarnya guna menghindari pembayaran pajak.​
  3. Tidak Menyetorkan Pajak yang Telah Dipungut: Pelanggaran serius jika wajib pajak telah memungut pajak tetapi tidak menyetorkannya ke kas negara.
  4. Manipulasi Pembukuan atau Laporan Keuangan: Termasuk penggelapan pajak dengan cara mengubah catatan akuntansi agar terlihat membayar pajak lebih rendah dari yang seharusnya.
  5. Pelanggaran Pasal 39A UU KUP: Pemalsuan dokumen perpajakan atau penggunaan dokumen yang tidak sah untuk menghindari kewajiban pajak.​

Mekanisme Penyidikan dan Penghentian Penyidikan:

Tahapan penyidikan meliputi:

  1. Pemeriksaan Bukti Permulaan: Penyidik mengumpulkan dan menganalisis bukti awal untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan tindak pidana perpajakan.
  2. Penerbitan Surat Perintah Penyidikan: Jika bukti cukup, PPNS DJP akan mengeluarkan surat perintah penyidikan dan mulai melakukan pemanggilan serta pemeriksaan wajib pajak.​
  3. Pemeriksaan dan Pengumpulan Barang Bukti: Penyidik dapat melakukan penggeledahan, penyitaan aset, serta wawancara terhadap pihak terkait.​
  4. Penyerahan Berkas ke Kejaksaan: Jika penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21), berkas perkara akan diserahkan ke penuntut umum untuk proses hukum lebih lanjut.​

Namun, terdapat mekanisme penghentian penyidikan. Jika tersangka atau wajib pajak bersedia melunasi seluruh kerugian negara serta membayar sanksi administratif, Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan penghentian penyidikan kepada Jaksa Agung.​

Ketentuan Pelunasan Kerugian Negara untuk Menghentikan Penyidikan:

Wajib pajak yang ingin menghentikan penyidikan harus melunasi seluruh kerugian negara ditambah dengan sanksi administratif berikut:​

  • Kerugian pada negara akibat SPT tidak benar: Denda 1 kali jumlah kerugian.​
  • Penggelapan pajak atau rekayasa laporan keuangan: Denda 3 kali jumlah kerugian.​
  • Penggunaan faktur pajak fiktif atau tidak sah: Denda 4 kali jumlah pajak dalam faktur.​

Jika pelunasan dilakukan sebelum kasus diserahkan ke pengadilan, Menteri Keuangan dapat meminta penghentian penyidikan. Namun, jika sudah masuk tahap penuntutan, keputusan akhir berada di tangan Kejaksaan dan pengadilan.​

Dampak dan Implikasi bagi Wajib Pajak:

  • Peningkatan Kepatuhan Pajak: Wajib pajak kini lebih berhati-hati dalam melaporkan pajaknya karena risiko penyidikan lebih ketat.​
  • Dampak pada Pelaku Usaha: Pengusaha harus memastikan bahwa faktur pajak yang digunakan valid dan sesuai dengan transaksi sebenarnya.​
  • Efek Jera terhadap Pengemplang Pajak: Penyitaan aset dan pemblokiran rekening dapat dilakukan jika penyidik menemukan pelanggaran serius.​
  • Kesempatan untuk Penyelesaian di Luar Pengadilan: Dengan adanya opsi penghentian penyidikan, wajib pajak masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan kasusnya dengan melunasi kewajiban pajaknya.​

PMK No.17 Tahun 2025 merupakan langkah tegas pemerintah dalam meningkatkan pengawasan pajak dan penegakan hukum terhadap pelanggaran perpajakan. Dengan ketentuan baru ini, wajib pajak diharapkan semakin patuh dalam melaporkan pajak secara benar dan transparan.​

Bagi wajib pajak yang menghadapi kasus perpajakan, PMK ini juga membuka peluang untuk menyelesaikan perkaranya melalui pelunasan kerugian negara dan sanksi administratif, sehingga bisa menghindari proses hukum lebih lanjut.​

Contact

Information Company

Tax consultant & lawyer

Address

Menara Duta Lt. 7A

Jl. Jl. H. R. Rasuna Said No.5
Kav B/09, Kuningan,
Setia Budi, Jakarta Selatan
Jakarta, 12910

@2024 – All Right Reserved. Designed and Developed by Tax Time